By: Yolla Dwi Mutia
“Dindaaaaaa”
“Apa?” jawab Dinda ketus
“Kantin yuk”
“Yaelah Bayu kenapa sih tiap pagi lo
mesti ngajakin gue ke kantin, udah dari setahun yang lalu gue bilang
kalo berangkat sekolah sarapan dulu” bawel Dinda
“Tapi kan gue pengen sarapan bareng
lo din”
“Serah dulu deh, gue mau ke kelas”
Itulah perbincangan kami setiap pagi
ketika tiba di sekolah, ya antara Bayu dengan Dinda sepasang anak manusia yang
telah menjalin persahabatan selama satu tahun belakangan ini. Pertemuan mereka
diawali ketika satu kelompok dalam MOS tak sengaja Bayu dan Dinda dihukum
karena mereka telat datang dari situlah persahabatan itu dirajut sampai pada
saat sekarang ini. Selain itu kami juga ditakdirkan untuk satu kelas selama
kelas satu tapi sayangnya saat pembagian jurusan di kelas dua kami terpisah
Dinda memilih jurusan bahasa dan Bayu jurusan IPS, tapi apapun itu mereka tetap
bisa menjaga komunikasi sehingga persahabatan itu langgeng sampai saat sekarang
ini.
Banyak teman-teman mengatakan kalau
aku dan Dinda berpacaran karena kami selalu bersama, dimana ada Dinda pasti disitu
ada aku kecuali dalam kelas. Kami tidak terlalu mengidahkan apa kata mereka
terserah mereka mau pandang gimana asal nggak ngerugiin kami ataupun mereka.
Dinda adalah cewek yang nggak begitu cantik tapi kecantikan itu terpancar dari
hatinya itulah yang membuatku bertahan dengannya, dia berbeda dengan orang
kebanyakan dia sangat periang hampir aku tak pernah melihatnya menangis dan dia
selalu ada saat kubutuhkan maupun tidak pokoknya kalo deket Dinda perasaanku
nyaman dan senang.
Awalnya itu hanya perasaan antara
sahabat saja, tak lebih. Tapi ntah mengapa saat liburan kenaikan kelas kemarin
aku merasa kehilangan Dinda karena kami jarang bertemu soalnya Dinda ke Yogya
pergi liburan dan aku tetep stay di Bandung. Ada rasa rindu yang mendalam
kepada Dinda semakin kucoba pelajari arti rindu ini ntah mengapa terbesit dari
pikiranku kata “cinta”. Aku belum paham tentang apa itu cinta sebenarnya karena
kalau dari pengalaman pun aku bukan sosok yang mudah mengatakan cinta kepada
orang lain, tapi kali ini berbeda ntah mengapa aku tak mau kehilangan dia.
Dalam beberapa waktu kucoba lupakan
tentang itu dengan menyibukkan diri tapi semakin kucoba menghilangkannya
semakin dalam rasa itu tumbuh dihatiku. Aku tak tahu apa yang akan terjadi jika
kukatakan hal yang sejujurnya kepada Dinda, aku tak mau dengan ku mengatakan
hal yang sejujurnya dia malah menjauh seperti yang sering kulihat di film-film.
Akhirnya kuputuskan untuk memendamnya.
Malam itu sekitar pertengahan Juli
2012 kami saling berbalas e-mail, awalnya bercanda-candaan seperti biasa
candaan itu semakin membuatku menyukainya lebih dalam sehingga malam itu kucoba
mengungkapkan perasaanku aku siap menanggung resiko yang akan terjadi mungkin
lebih baik jujur daripada harus kupendam terus-menerus.
Din.. gue pengen bilang sesuatu sama
lo, berhubung lo masih di Yogya dan ini harus diomongin sekarang jadi maaf
banget ya Din gue harap lo nggak tersinggung ataupun marah sama gue. Gue bilang
ini jujur dari hati gue yang paling dalam dan ini udah gue pikirin
mateng-mateng apapun sikap lo ke gue ntar gue bakalan nerimanya tapi gue harap
lo nggak marah ya din. Hemm panjang banget ya mukadimah gue hehehe :p.
Din... nggak tau kenapa semenjak
kita pisah karena liburan gue ngerasa kehilangan lo, ya kita emang ada
komunikasi tapi nggak tau kenapa nggak ketemu sama lo, nggak becandaan sama lo
secara langsung buat gue kangen banget sama lo, tapi kangen ini beda Din tiap
malem gue mikirin lo mulu. Gue nggak tau apa ini terlalu cepet gue ungkapin
tapi setelah gue mikir panjang dan sadar ternyata gue emang sayang sama lo
melebihi sahabat. Din.. gue emang bukan cowok yang puitis tapi ini jujur dari
hati gue yang mendalam.
Dinnn... I LOVE YOU.
*send*
Setelah e-mail tersebut terkirim,
jantungku langsung berdegup dengan kencang keringat dingin bercucuran di
badanku. Perasaanku bercampur aduk, antara lega karena perasaan ini sudah ku
ungkapkan dan rasa cemas kalau Dinda malah marah terhadap sikapku ini. Aku tak
memikirkan dia akan menerimaku atau tidak, tapi aku hanya ingin Dinda tau
dengan perasaanku yang sebenarnya.
15 menit berlalu, balasan dari Dinda
tak kunjung datang aku semakin takut kalau Dinda benar-benar marah terhadapku.
Tiba-tiba....
HAHAHAHA...... Bayu Bayu.. Jangan
becanda J.
Aku terkejut membaca balasan dari
Dinda, mataku tak berkedip sedikitpun aku masih terpaku dengan tulisan yang
hanya lima kata itu. Perasaanku kini antara kesal dan bingung, bagaimana tidak
aku sudah seserius itu mengatakan isi hatiku dia malah menjawab dengan “jangan
bercanda”. Tapi ambil hikmahnya ajalah terserah Dinda mau anggep gimana yang
jelas aku sudah mengatakan yang sejujurnya.
***
Back to school. Setelah kejadian
malam itu Dinda tak berubah sikapnya terhadapku dia masih sama dengan Dinda
yang ku kenal sejak awal, syukurlah kataku setidaknya aku masih bisa
bareng-bareng sama Dinda.
Awal September 2012, seperti biasa
dalam jam istirahat kami pergi ke kantin menimati nasi goreng pak ujang.
Ketika menunggu pesanan datang Dinda
menatapku dengan begitu serius.
“Din.. ngapain sih liatin gue gitu
banget”
“Ada yang mau gue omongin sama lo
Bay” jawab Dinda pelan
“Apa?” tanyaku penasaran.
Dinda menghirup napasnya
dalam-dalam, aku bersiap memasang telinga tajam-tajam karena baru kali ini
Dinda seserius itu.
“Yaudah Din.. selamat ya” jawabku
sambil senyum yang sangat dipaksakan. Tahukah kau apa yang dikatakan Dinda?
Ya.. Dinda mengatakan kalau sekarang dia telah memiliki seorang kekasih bernama
Yudha, seorang mahasiswa di salah satu Universitas di Yogyakarta mereka
berkenalan ketika Dinda liburan kemarin tapi jadiannya baru 2 minggu belakangan
ini, dan selama itu Dinda tak memberitahuku bahkan tidak menceritakan kepadaku
sedikitpun mengenai Yudha. Jujur, aku sangat kecewa dengan hal itu tapi kucoba
memahaminya, aku tak mau mengomel disaat dia sedang bercerita semangat seperti
itu. Dinda.. Dindaa..
“So.. lo mau makan sepuasnya juga
boleh Bay, gue traktir” kata Dinda penuh gembira. Aku hanya menjawabnya dengan
senyuman yang dipaksakan, jangankan nambah ini saja aku sudah nggak mood buat
makannya.
Bel tanda pelajaran berakhir
berbunyi aku segera keluar kelas dan langsung ke parkiran, biasanya aku sudah
nangkring di depan kelas Dinda untuk pulang bersama tapi kali ini aku merasa
nggak mood aku tahu ini bukanlah sikap yang dewasa tapi aku butuh ketenangan
sejenak untuk menata hatiku kembali yang telah hancur. Setibanya dirumah aku
langsung rebahan tiba-tiba ada sms dari Dinda.
“Bay.. lo pulang kok duluan aja sih,
kok nggak nungguin gue? Lo kenapa sih Bay?”. Aku tak membalasnya, aku lebih
memilih untuk tidur.
Semenjak hari itu aku coba bersikap
seperti biasa kepada Dinda, padahal hatiku begitu sakit karena dia selalu
menceritakan bagaimana hubungan dia dengan Yudha. Aku menanggapinya dengan
semangat yang dipaksakan aku tak mau Dinda malah berpikir negatif tentangku
kalau tiba-tiba aku bersikap cuek terhadapnya. Jujur aku masih mencintai Dinda
dan aku tak tau sampai kapan itu.
Malam minggu di minggu pertama bulan
Oktober tiba-tiba Dinda mengirim pesan kepadaku, dia mengajakku untuk pergi
makan di cafe langganan kami akupun menyanggupinya. Kami janji bertemu di cafe
jam 20.00 WIB, aku bergerak dari rumah sekitar pukul 19.45 WIB kupikir tidak
terlalu macet ternyata sangat macet alhasil aku sampai di cafe dengan ketelatan
setengah jam. Setelah parkir motor aku segera masuk ke cafe, tampak dari
kejauhan ada Dinda duduk manis disana tapi hey siapa sosok lelaki disebelahnya
itu? Apakah itu Yudha? Perasaanku mulai tak enak, kupikir ini makan malam kami
berdua ternyata Dinda memberiku kejutan dan ini benar-benar membuatku terkejut.
Kucoba melengkungkan senyum
dibibirku ketika sampai di meja Dinda, Dinda berdiri melihatku dan mencium pipi
kanan dan pipi kiriku.
“Duduk Bay”. Akupun menurut saja.
“Makanan lo dah gue pesen Bay”
lanjut Dinda. Aku masuh terdiam.
“Oya Bay.. kenalin ini yang namanya
kak Yudha, kak ini sahabat aku yang sering aku ceritain itu Bayu”. Yudha mengulurkan
tangannya dan senyum kearahku, dengan terpaksa aku membalasnya aku nggak mau
jadi orang yang terpengaruhi oleh emosi malam itu, dan aku juga nggak mau
karena sifatku itu malah merusak persahabatanku dengan Dinda.
Makan malam ini makan malam yang
terburuk yang pernah kujalani, bagaimana tidak aku harus satu meja dengan orang
yang sangat kusayangi tetapi dia menyayangi orang lain. Aku nggak kuat untuk
disana lebih lama sehinggak kuputuskan untuk pulang dengan alasan kalau mama memintaku
menemaninya ke dokter.
Kulajukan motorku ke suatu tempat
yang bisa membuatku nyaman, sebenarnya tempat ini adalah tempat aku dan Dinda
sering menghabiskan waktu bersama kalau lagi suntuk. Tempatnya agak jauh dari
keramaian Bandung yang disekelilingnya ada pegunungan yang masih sangat asri
dan indah, setiap kali menghirup udaranya ada rasa kelapangan di dalam hati
ini. Apalagi kalau di malam hari lampu-lampu kota Bandung dapat dilihat dengan
sisi keindahan yang lain apalagi dengan diatapkan bintang-bintang yang sangat
indah.
Kini kuberada dipinggir lapangan,
kurebahkan tubuhku yang berbantalkan tanganku sendiri menatap jauh ke langit,
sehingga tanpa kusadari aku tertidur.
“Bayuuuuuuuuuuuuu”. Tiba-tiba aku
mendengar teriakan seseorang tepat ditelingaku yang tak lain dan tak bukan itu
adalah suara Dinda. Sontak aku lansung berdiri, dan saat itu juga baru kusadari
kalau aku tidur disitu samalaman.
“Bay lo kenapa sih, ngapain tidur
disini? Lo ada masalah cerita ke gue”
“Nggak kok Din, pulang yuk” aku berjalan
menuju arah motor
“Bayu tunggu.. nggak mungkin lo
nggak kenapa-napa, duduk sini”. Akupun tak kuasa menahan semuanya akhirnya
kuluapkan semuanya kepada Dinda.
“Lo pengen tau gue kenapa? Gue gini
karena lo Din. Lo inget nggak waktu petengahan Juli kemaren gue e-mail lo dan
ngutarain semuan perasaan gue itu jujur dari hati gue Din, nggak becandaan tapi
apa lo nanggepinnya dengan becanda. Setelah itu gue coba buat nerima dan waktu
itu gue bersyukur karena lo nggak marah sama gue. Tapi saat lo cerita tentang
Yudha bahkan lo ngenalin dia ke gue malem tadi gue sakit Din, sakit selama itu
gue mendem semuanya dan akhirnya lo ada yang lain. Gue nggak mau bilang sama lo
karena gue nggak mau hubungan persahabatan kita putus gitu aja gue pengen
selamanya sama lo Din meskipun hanya sahabat tapi jujur lo satu-satunya dihati
gue saat ini meskipun dihati lo adalah Yudha”.
Dinda kaget mendengar semua itu dia
bahkan tak percaya dengan apa yang kuungkapkan barusan, dia masih menatapku
ntah apa yang dia pikirkan. Sampai diapun membuka suara
“Bayy.. jadi selama ini? Oh.. maaf
gue nggak tau kenapa lo nggak coba buat ngeyakinin gue saat itu, gue mikir lo
emang becanda malem itu karena lo nggak bales e-mail gue lagi. Jujur saat lu
utarain itu ke gue, gue ngerasa seneng banget Bay tapi saat lo nggak bales
e-mail gue, gue yakin kalo itu Cuma bagian dari becandaan lo”. Dinda
menjelaskan.
Ada rasa penyesalan meliputi hatiku,
benar juga yang Dinda katakan kalau saat itu aku benar-benar meyakinkannya
mungkin hal ini tak akan terjadi. Ohh.. betapa bodohnya aku.
“Penyesalan emang datang di akhir
Bay, sekarang gue udah sama Yudha dan gue harap lo bisa nerima itu buka hati lo
buat yang baru Bay banyak diluar sana yang baik buat lo. Gue nggak mau Bay
hubungan persahabatan kita harus putus karena masalah ini”.
“Iya.. Din lo bener juga, maafin gue
ya Din”. Kamipun menyatukan kelingking kami dan berpelukan.
***
Setahun berlalu setelah kejadian itu
tak ada yang berubah dariku, termasuk masalah perasaan aku masih menunggu Dinda
dia begitu istimewa untukku belum ada kutemui selama setahun ini yang lebih
dari dia. Sampai pada akhirnya Dinda menceritakan padaku kalau dia sudah putus
dengan Yudha karena ternyata Yudha tak tahan dengan hubungan jarak jauh.
Semenjak itu juga ku mulai mendekati Dinda dalam hubungan percintaan. Sampai
puncaknya ketika perpisahan sekolah aku mengutarakan cintaku untuk Dinda di
depan para undangan, semua orang mendukungku supaya Dinda mau menerimaku,
sampai pada akhirnya..
“Dindaaa maukah kau menjadi wanitaku?”
“Jangan bercanda” jawab Dinda.
Semua orang kebingungan dengan
jawaban Dinda tapi setelah itu dia menambahkan “Ya”. Semua undangan tepuk
tangan aku tak dapat menahan rasa senangku di depan mereka semua kupeluk Dinda.
Ya kini Dinda adalah wanitaku kan kujaga dia seperti ku mendapatkan hatinya.
YOU ARE THE ONE DINDA.
S
E K I A N