Senyumanmu yang sangat mempesona
berhasil membuat jantungku dag-dig-dug tak karuan dan sapaanmu yang menyejukkan
ditelingaku, sayang semuanya berubah saat ku tahu bahwa kau tak lagi dengannya.
Senyummu kini memudar andai aku bisa mengembalikannya.
“Don”
sapamu disaat aku diam-diam memperhatikanmu dari sudut mataku. Aku terjerambab.
“Eh
iya kena Ca?” aku berusaha mengatur nada suaraku sebiasa mungkin agar kau tak
mencurigaiku.
“Edo
mutusin gue” katamu pebuh penekanan.
“Loh
emangnya kenapa?”
“Nggak
tahu tiba-tiba aja” jawabmu singkat.
Kau
hanya diam dan aku sibuk menerka-nerka apa yang membuat Edo berani memutuskan
wanita sempurna sepertimu. Angin yang sepoi-sepoi membuat ujung-ujung rambutmu
menutupi keindahan wajahmu ingin sekali aku mengibaskannya tapi aku urungkan
karena aku takut kau merasa terganggu.
“Yaudahlah
ngapain juga lo tangisin mungkin cowok kayak dia emang nggak pantes buat lo”.
“Coba
deh lo jadi gue, sedih banget tau”.
Aku hanya diam dan berucap dalam
hati, “andai kau tahu bagaimana perasaanku terhadapmu, tapi aku masih takut
untuk mengungkapkan karena aku ingin semuanya berjalan seperti air dan aku siap
untuk menunggumu 100 tahun lagi”.