Pagi selalu memberikan
ku warna yang berbeda, memberikanku kembali semangat akan harapan-harapan yang
ingin kukejar bahkan kunanti sama halnya dengan senja bagiku senja adalah
sebuah pengharapan untuk bisa melihat pagi kembali dan satu hal pagi dan senja
bagiku adalah sebuah penantian, penantian yang ntah kapan akan berbuah menjadi
sebuah pertemuan.
Tanpa kusadari sudah 4
tahun 3 bulan 12 hari aku menunggu pagi dan senja yang sama, pagi dan senja
yang selalu membuatku menunggu di tempat yang sama dan jam yang sama sesuai
kebiasaan kita dulu 4 tahun silam dan ditempat ini juga kau memutuskan ku tanpa
sebab dan pergi begitu saja. Saat kau mengatakannya aku hanya diam, lidahku
kelu sekedar untuk menanyakan mengapa yang kutahu saat aitu aku seperti patung
yang pasrah saja mendengar pengakuanmu dan kemudian menatap punggungmu yang
kian menjauh, ya hanya itu yang kulakkan saat itu.
Setelah hari itu aku
masih bangun di pagi hari dan pergi ke tempat itu hanya untuk berharap aku bisa
menemukanmu, begitupun senjanya setiap aku pulang kantor aku juga ke tempat
yang sama berharap kau menungguku seperti biasa, tidak tepatnya seperti 4 tahun
silam ya 4 tahun silam yang sempurna.
Kini semuanya telah
lama usai tapi ntah mengapa aku masih saja melakukan ritual itu, tentu saja
tanpamu. Aku tak tahu lagi kabarmu karena semua koneksi antara aku denganmu
dengan cepat kau putuskan, tapi sampai saat ini hidupku masih berlanjut
meskipun kau membawa setengah jiwaku dan tak kau kembalikan tapi untungnya aku
masih memiliki orang-orang yang selalu menemaniku.
Kini aku sudah lulus
kuliah dan bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta, bagaimana dengan mu? Ah
tentu saja kau lebih hebat dariku bukan karena kau sangat pandai sekali dalam
segala bidang, ingatkah kau ketika kita berdebat dan kamu berhasil membuatku
terdiam seribu bahasa karena ucapanmu tapi tentu saja itu hanya bercanda karena
setelah itu kamu akan memelukku dan mengecup hangat keningku. Ah aku merindukan
itu….
4 tahun sudah kejadian
yang indah itu berlalu, hari-hari indah yang tak akan pernah bisa aku lupakan
dan selama itu juga banyak yang mencoba menggantikanmu tapi sayang kamu masih
saja betah menduduki posisi hatiku tentu saja itu bukan salahmu karena aku
tetap membiarkanmu berada disana.
***
“Reniiii….” Sapa seseorang ketika aku
sedang menatap indahnya mata hari terbenam
Aku menoleh, ntahlah suara itu terasa
tidak asing bagiku, aku langsung menoleh ke belakang dan alangkah terkejutnya
aku karena disana sudah berdiri Andre teman kantorku.
“Andre.. ngapain kamu disini?”
“Yang ada aku yang nanya, kamu ngapain
disini?”
Enggan aku menjelaskan kenapa aku
disini. “aku.. oh tadi kebetulan lewat sini lagi pengen ngeliat sunset, nah
kalau kamu?”
“Oh.. sama Ren lagi pengen nenangin
pikiran aja. Boleh aku duduk disebelahmu?”
Aku mengangguk
Waktu
kami pun banyak dihabiskan dengan membicarakan masalah kantor sampai akhirnya
tak terasa matahari sudah menghilang dari ufuk barat dan satu per satu bintang
mulai bermunculan Andre menawarkan ku pulang dan aku mengiyakan.
“Terimakasih ya Ndre, mampir dulu yuk”
kataku ketika sebelum turun dari mobil sedan hitam Andre
“Iya sama-sama Ren, hemm.. nggak usah
Ren aku langsung balik aja deh. Ngomong-ngomong makasih ya buat senja hari ini
singkat tapi sangat bermakna.”
Aku tersenyum dan
mengangguk, lalu membuka pintu mobil. Seketika mobil Andre meninggalkan halaman
rumahku aku menatap mobil itu pergi dan tahukah kalimat terkahirnya itu
mebuatku kembali mengingat masa-masa 4 tahun silam tanpa adanya ciuman hangat
dikeningku.
Setelah kejadian
kemarin kami sering ke tempat kenangan itu, Andre selalu menawarkanku untuk
pulang bersama lalu kami singgah di pantai itu pertemuan kami jadi semakin
intens karena selain di kantor dia juga sering mengajakku makan malam keluar.
Dan ntah mengapa aku melihat sosok mu di dalam Andre.
Siang itu Andre
mengajakku makan siang di sebuah restoran sebelah perusahaan aku cepat
mengiyakan karena perutku juga sudah minta diisi, kami berjalan kesana karena
jaraknya sangat dekat, setibanya disana kami memesan makanan masing-masing dan
kembali mengobrol tapi kali ini obrolan kami mulai menjurus ke hal pribadi.
“Ren.. ngomong-ngomong aku sering
anterin kamu pulang dan ajakin makan keluar emang nggak ada yang marah?” kata
Andre tiba-tiba
“Eh.. engga kok, emang kenapa?” jawabku
hampir tersedak karena tak percaya Andre akan menanyakan hal itu
“Hahaha… nggak papa aku cuma nanya kan
nggak enak kalau kamu ternyata sudah punya pacar”
“Hahaha santai aja Ndre..” jawabku
tertawa
“Ngomong-ngomong kau terahir pacaran
kapan?”
Aku langsung menghentikan makanku itu
berarti aku harus kembali mengingat tentang dia bahkan mungkin mengorek kembali
luka itu.
“Renn heloo.. kok bengong?” Andre
melambaikan tangannya di depan wajahku
“Eh.. engga… tadi tanya apa?”
“Lo terakhir pacaran kapan?”
“Oh.. 4 tahun yang lalu” jawabku
sekenanya
“Wih lama juga berarti lo ngejomblo,
kenapa tuh? Belom bisa move on ya?”
Pertanyaan Andre seketika mengusik
kenyamananku
“Eh.. balik yuk, jam makan siangnya
bentar lagi habis.”
Andre seperti mengerti,
dia langsung membayar dan kamipun pergi ke kantor kembali. Di perjalanan kami
berdua diam, aku sibuk dengan pikiranku dan Andre sibuk dengan pikirannya juga.
Sore ini hujan turun
sangat lebat itu artinya aku tidak bisa melihat senja seperti biasa, ya selama
ini yang menjadi penghalang ritualku itu adalah ketika hujan turun.
“Ren.. kok belum pulang” Andre yang
tiba-tiba sudah berada disampingku
“Iya.. nunggu hujan teduh dulu, lupa
bawa payung.”
“Yaudah aku anter aja yuk kalau gitu.”
“Eh nggak usah Ndre gue pulang sendiri
aja lagian bukannya lo ada acara malem ini.”
“Nggak papa Ren, lagian kan rumah kamu
sama kontrakan aku searah udah yuk”. Andre menarik tanganku dan menuju basement
tempat mobil Andre terpakir.
Sejurus
kemudian mobil Andre melaju dengan kecepatan normal membelah jalanan ibukota
yang basah oleh air anugerah Tuhan itu, para pejalan kaki maupun sepeda motor
merapat ke halte-halte atau emperan toko yang berada didekatnya tapi itu tak
membuat jalanan menjadi lengang, jalanan masih saja macet apalagi kalau jadwal
pulang kantor begini.
“Renn..soal tadi aku minta maaf ya.”
Tiba-tiba Andre memutus keheningan yang sejak terjadi berlangsung
“Eh.. minta maaf buat apa?”
“Soal makan siang tadi yang pertanyaanku
mengenai masa lalumu itu”
“Oh.. itu udahlah nggak papa kok Ndre,
kenapa harus minta maaf?”
“Ya.. nggak enak aja soalnya kamu
kayaknya langsung tersinggung begitu.”
Aku hanya tersenyum
“Ngomong-ngomong, masalah itu apakah
benar pertanyaanku itu?”
Aku diam tidak lebih
tepatnya aku berpikir apakah ini saatnya aku berbagi dengan seseorang masalah
itu tapi bagaimana mungkin dengan Andre, aku baru mengenalnya sebulan ini.
“Eh.. kalo nggak mau dijawab nggak papa
kok Ren.”
Aku
tetap diam sampai akhirnya aku memutuskan untuk menceritakan semuanya, aku
menceritakan semua ritualku dan perasaanku tentang 4 tahun silam dan tentang
semuanya yang terjadi. Andre mendengarnya dengan seksama dan ntah mengapa aku
begitu nyaman dengan tatapannya itu, tatapan yang begitu teduh dan aku ingin
waktu berhenti untuk beberapa saat, tapi sayang itu tidak akan pernah terjadi
karena setelah aku selesai bercerita mobil Andre sudah berhenti juga di halaman
rumahku, seketika aku hanya diam dan menunduk.
“Hei.. kamu nggak mau turun?”
Aku menatapnya seolah
mengisyaratkan untuk memberikan nasehat atau memberikan tanggapan atas ceritaku
itu dan ntah mengapa sepertinya Andre mengerti karena sebelum aku benar-benar
turun dia memegang tanganku dan berkata “kamu itu seperti senja di pagi hari”
kemudian tersenyum.
Oh Tuhaaann.. apa
maksudnya itu dan tatapan itu kenapa tatapan itu begitu menyenangkan dan
menenangkan, apakah kini aku berhasil keluar dari zona sakit itu.
Sejam setelah Andre
mengantarku pulang dan semuanya terasa berubah, beban berat yang terasa selama
4 tahun silam itu seketika luntur, ada perasaan yang tak biasa yang kurasakan
Oh Tuhan apakah ini, apakah Kau mengirimkan Andre untuk menghapus semua ini.
Aku tak bisa berpikir dengan baik, aku merasakan setiap hembusan nafasku adalah
sebuah kelegaan.
Keesokan harinya, dan
untuk pertama kali setelah 4 tahun silam aku melewati ritual pagiku bukan
karena aku lupa tapi tepatnya kini Andre sudah berada di depan rumahku aku tak
tahu mau kemana Andre akan mengajakku, malam tadi dia hanya bilang kalau akan
menjemputku tepat pukul 6 pagi, akupun hanya menurut.
Di sepanjang perjalanan
kami hanya diam, aku ingin sekali menanyakan apa maksud ucapannya malam itu
tapi ntah mengapa bibirku rasanya terkatup dan hatiku berbicara bahwa aku akan
segera menemukan jawabannya. Jam 7 pagi kami tiba di tempat, tapi hei apakah
ini pantai. Andre membukakkan pintuku dan membimbngku berjalan mendekati sebuah
batu besar. Berjuta pertanyaan telah siap aku lontarkan tapi Andre dengan
tenangnya menjawan semuanya tterlebih dahulu.
“Kamu pasti akan bertanya mengapa aku
membawamu kesini dan kamu pasti ingin tahu apakah maksud dari ucapanku semalam.
Kamu lihat pagi ini begitu indah bukan, dan lihat matahari itu begitu cantik
sinarnya tapi bisakah kamu seketika membayangkan bahwa saat ini senja? Tentu
tidak karena mereka berbeda dan memiliki keindahannya masing-masing, itulah
mengapa aku menyebutmu senja di pagi hari karena kamu tidak bisa membedakan
kebahagianmu dulu dan sekarang kamu menyamakan pagi dan senja sebagai hal
dimana kamu harus menunggu seseorang yang ntah kapan akan tiba padahal kamu
masih memiliki pagi dan senja yang lain dan mungkin malah membuatmu jauh lebih
bahagia, lupakan pagi dan senja mu 4 tahun silam karena itu hanya keindahan
sesaat tapi mulai hari ini tataplah pagi ini dengan keindahannya begitupun
dengan senja karena mereka berbeda, sangat berbeda dengan itu kamu akan
memahami sesungguhnya pagi dan senja itu bukan untuk penantian tapi untuk
kebahagiaan.”
Seketika
aku tertegun dengan ucapan Andre, air mataku menetes semua yang dituturkan
Andre seolah menyadarkanku bahwa selama ini aku telah menjadikan kuasa Tuhan
itu adalah sebuah penantian yang tak akan pernah ada, aku telah salah
menganggap pagi dan senja sebagai hal untuk mengenang padahal dibalik semua itu
ada cerita lain yang aku tak menyadarinya bahwasanya pagi dan senja adalah
sebuah harapan baru untuk memulai kebahagiaan.
Aku
memeluk Andre, Andre membalsnya dan kemudian membisikkan “maukah kamu menjemput
kebahagiaan pagi dan senja itu bersamaku”. Aku tak dapat membendung lagi air
mataku sebaga jawaban ya aku memeluknya lebih erat.
“Terimakasih
Andre” diisak tanisku.
-THE
END-