2013/10/03

Jalan Setapak



 By: Yolla Dwi Mutia


Semilir angin berhembus menyapa setiap apa yang dihadangnya, di puncak pencakar langit ini kubentangkan tanganku selebar-lebarnya seolah angin memelukku dengan mesranya. Kunikmati detik demi detik pelukan itu semakin dalam kurasakan semakin dingin ia terasa. Suara gaduh dibawah seolah tertutupi dengan sinar rembulan yang sangat indah, keindahan ciptaan Tuhan yang selalu bisa membuatku terbuai olehnya.
            Namaku Fandi, banyak alasan mengapa aku tiap malam berada disini salah satunya adalah menunggu kedatangan seseorang. Seseorang yang sudah berjanji padaku untuk segera menemuiku di atap gedung ini tapi ntah mengapa setelah setahun berlalu perjanjian itu, dia tak kunjung datang tapi aku berusaha meyakinkan diriku kalau dia akan datang makanya aku kesini setiap malam. Mataku berkeliaran kemana-mana berharap dapat melihat sosok yang kucari ternyata nihil sudah hampir 3 jam aku menunggu tapi dia tak kunjung datang, sehingga kuputuskan untuk pulang dengan membawa rindu seperti yang kulakukan setahun belakangan ini. “Mugkin memang benar pertemuan tak mau bersahabat denganku” , ucap batinku.
            Langkahku gontai menuruni tiap anak tangga, mugkin ia juga jenuh melihatku yang selalu menuruninya dengan wajah yang murung. Jangankan anak tangga aku saja muak kalau harus seperti ini terus. Beberapa anak tangga sudah kuturuni sehingga sampailah aku di lobi gedung. Orang-orang mulai sepi karena jam sudah menunjukkan pukul 01.15 WIB. “Ah.. malas sekali rasanya kalau harus pulang” ucap batinku kembali. Sehingga malam itu juga kuputuskan untuk tidak pulang ke rumah.
            Keluar dari gedung kutelusuri tiap jalan yang kulewati, dengan keadaan muka ditekuk ku terus berjalan, berjalan, dan berjalan sehingga untuk sekian lama baru kusadari kalau aku sudah berjalan terlalu jauh dan tidak tahu sekarang berada dimana. Keteledoranku membuatku setengah mati ketakutan, kini di sekelilingku hanya pepohonan yang lebat dan beberapa penerang jalan. Tak ada satupun makhluk hidup yang lewat, aku benar-benar kebingungan saat kulihat handphoneku ternyata tak ada signal. “Siaaalll” amarahku. Mataku sibuk mencari-cari tempat yang bisa dimintai pertolongan, otakku sibuk mengutuk diriku yang terlalu ceroboh ini, hatiku sibuk dengan rasa takut yang menghantuiku kini, dan tanganku sibuk mencari-cari signal. Tak ada titik terang dari semua itu sehingga malam itu juga kuputuskan untuk terus berjalan daripada harus diam saja berdiri tanpa ada seorangpun.
            Kutelusur jalan tersebut dengan wajah yang tak ditekuk lagi, kini mata dan telinga kutajamkan lengah sedikit saja aku akan kehilangan kesempatan. Cukup lama kuberjalan dengan lingkungan yang masih terlihat seperti hutan itu hingga pada akhirnya sampailah aku pada sebuah persimpangan. Jalan tersebut terbagi menjadi 3 simpang, aku bingung harus menelusuri yang mana sehingga kuputuskan untuk belok kearah kanan. Perjalananku kini tak sia-sia aku bisa melihat beberapa orang yang lalu lalang, perasaanku mulai lega tapi tak seutuhnya karena aku belum tau dimana aku sekarang.
“Maaf pak menganggu waktunya sebentar saya mau tanya ini daerah mana ya pak?”
“Loh.. emang ade ini darimana?”
“Saya dari kantor saya di sana pak, Perusahaan X”
“Lalu kedatangan ade kesini ada keperluan apa?”
            Karena tak mau bertele-tele aku ceritakan semuanya kepada bapak tersebut, tampak dari raut wajahnya keheranan mungkin dia menganggapku sebagai anak muda yang labil. Mungkin. Setelah menceritakan hal itu bapak tersebut langsung memberitahuku kemana arah menuju jalan besar, tak mau menunggu lama setelah mengucapkan terima kasih aku langsung mengikuti tiap jalan yang bapak tadi informasikan. Dan malam itu juga petualanganku dimulai.
            Jam sudah menunjukkan pukul 03.00 WIB, aku masih terus mencari jalan keluar dari tempat ini, tapi tak ada petunjuk apapun seperti yang diterangkan oleh bapak yang kutemui tadi. “Apakah dia berbohong? Kalau iya untuk apa?”. Tak ada gunanya juga kalau sekarang aku mengumpat toh hal itu juga tak akan bisa membantuku untuk keluar dari sini. Aku mulai lelah, lebih tepatnya sangat lelah tak jauh dari tempat ku berdiri ada sebuah bongkahan batu, tak pikir panjang lansung saja kududuki batu itu.
            Melihat keadaan sekitar membuat bulu kudukku berdiri tapi segera ku tepis karena aku yakin Tuhan lebih dekat denganku daripada makhluk lain apapun itu jenisnya. Kututurkan doa demi doa berharap pertolongan Tuhan datang padaku. Sejenak mataku terhenti pada sebuah jalan setapak yang berada tak jauh dari tempat ku berdiri, feeling ku pun mengatakan kalau aku harus menelusuri jalan tersebut. Setelah meyakinkan diriku akhirnya kuputuskan untuk kesana ada rasa ragu menghampiri karena takut kalau di dalam sana akan lebih menyeramkan lagi tapi tak ada gunanya juga dia disini tak ada titik terang yang ditemukan.
            Akupun menyerahkan diriku sepenuhnya kepada Tuhan apapun yang terjadi pasti itulah yang terbaik untuk diriku. Dengan langkah yang penuh tanda tanya ku kuatkan diriku untuk segera menuntaskan petualangan ini, tapi jauh dari yang kuharapkan ternyata inilah awal dari semuanya. Sudah hampir setengah jam aku melewati jalan setapak ini semakin ke dalam semakin abstrak yang terlihat lampu penerang jalanpun semakin memudar sampai pada akhirnya semua menjadi gelap, cepat-cepat ku rogoh korek api yang terdapat di dalam saku celanaku kulihat sekelilingku kini hanya pohon-pohon tinggi secara cepat kusimpulkan kini aku berada di dalam hutan belantara. Ketakutan mulai merasuki seluruh jiwaku ingin sekali rasanya berteriak dan menangis sekencang-kencangnya tapi kuingat kembali aku adalah laki-laki tak sepatutnya aku bersikap seperti itu. Korek yang kupegang mati kunyalakan kembali, dan kegiatan itu berulang sampai aku benar-benar sudah mendapatkan penerangan. Ingin rasanya memutar arah tapi perjalananku sudah terlalu jauh dan itu artinya aku menyerah.
            Ku kembali berjalan lebih dalam, belum sempat ku bernapas lega kini kusudah dikejutkan oleh beberapa pemakaman dengan batu nisan yang menghiasi tiap tempat itu. Siapapun yang berada disini dalam keadaan seperti ini mungkin akan mati berdiri, dapat kulukiskan saat ini kuberada di hutan belantara dengan perangan hanya sebatang korek api dan tepat dihadapanku ada pemakaman. Tak banyak yang dapat kulakukan selain berdoa dalam hati agar Tuhan memberikanku mukjizat agar aku bisa terbang dan keluar dari tempat yang menyeramkan ini.
            Tiba-tiba saja kakiku berjalan kearah salah satu makam, ntah bagaimana aku bisa berjalan kesana aku merasakan ada sesuatu yang mendorongku dan mengangkat kakiku untuk melangkah. Aku tak dapat melihat pemakaman siapa itu dan kenapa aku harus berdiri disana kenapa tidak di makam yang lain. Kunyalakan sebatang korek yang masih tersisa kuarahkan kearah batu nisan agar aku dapat melihat makam siapa itu.
            “APAAAAAAAAAA???” aku histersis seketika bulir-bulir air mataku menetes, lebih tepatnya sekarang aku menangis sejadi-jadinya. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat dan kubaca kupeluk batu nisan itu, kuhempaskan tubuhku ke tanah memeluk makam nya seolah aku memeluk seseorang di dalamnya. Kucoba meyakinkan kalau hal itu salah kucoba membaca ulang dengan hati-hati dan perlahan, ternyata memang benar kalau di batu nisan tersebut tertulis jelas nama PUTRI RARA, tertera juga disana tanggal meninggalnya yaitu tanggal 9 September 2013. Aku tak dapat menahan emosiku lagi kuluapkan seluruhnya di makam Rara.
“Rara ada apa ini? Apa maksudnya? Rara jawab aku raaaa.. kamu janji kalau kita akan bersama, rara banguuunn ini bukan kamu kan. Raraaaaaaaaaaaaaaaaaa” tangisanku meledak.
            Tepat saat itu juga aku tersadar dari tidurku, kulihat sekeliling kini kuberada di kamarku tubuhku basah oleh keringat, untuk meyakinkannya ku tampar pipiku berkali-kali den kucubit tanganku ternyata benar itu semua hanya mimpi. Tapi apa maksudnya? Perasaanku tak enak, aku merasakan akan ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi kepada wanitaku, ya wanitaku gadis cantik yang ramah dan sangat baik bernama Rara, kami telah menjalin kasih selama 4 tahun dan kami dipisahkan oleh jarak karena Rara harus melanjutkan pendidikannya ke luar kota.
            Ku berdoa sepenuh hati agar tak terjadi apa-apa dengan Rara karena hari ini Rara akan pulang. Aku tersentak..
            “Hari ini? Tanggal 9 September? Tunggu di makam itu? Nggak-nggak nggak mungkin nggak mungkin” Aku segera bangkit dari tempat tidur dan mandi. Diperjalanan menuju bandara perasaanku sangat tidak enak aku masih terus memikirkan Rara, belum sempat sampai di bandara aku mendengar kabar kalau ada pesawat jatuh dan yang menyakitkan itu pesawat yang Rara tumpangi.
            Mataku mulai meneteskan air mata, apakah semalam itu sebuah pertanda. Aku tak dapat mempercayai itu semua kuputar balikkan mobilku menuju rumah kembali di televisi pemberitaan sudah sangat banyak. Dan kini yang lebih meyakinkanku dan mengejutkanku adalah tempat jatuhnya pesawat tersebut persis di sebuah hutan yang menuju kesana melewati jalan setapak. Ya jalan setapak itu, jalan yang kulewati semalam dan menemui makam Rara.
            Aku tertunduk lesu, apakah ini caramu untuk mengobat rinduku Ra? Apakah ini? Aku tak dapat lagi menahan kesedihanku kukeluarkan semuanya sampai aku benar-benar merasa lega. Kini, kuarahkan mobilku kesebuah gedung dan menuju atapnya kulakukan hal yang sama dengan dimimpiku, tiba-tiba ku merasakan ada pelukan hangat yang sangat ku rindukan, pelukan itu berasal dari arah punggungku, kubalikkan badanku dan kini tepat dihadapanku ada sosok Rara, dia tersenyum kepadaku. Dia memelukku aku masih terpaku, kunikmati pelukan yang sudah lama kurindukan. “Aku mencintaimu, hapuslah air matamu sayang” Rara membisikkan kata tersebut ditelingaku dengan lembut dan kemudian hilang.
            Aku terdiam untuk beberapa waktu yang lama, sampai pada akhirnya kubalas dengan linangan air mata. “Aku juga mencintaimu bidadariku, jadilah bidadari di surga Tuhan sekarang. Dan jemputlah aku ketika kita bertemu nanti di sana”.

SEKIAN
           
           
           

Tidak ada komentar:

Tidak Apa-Apa Jika Sendiri

Tulisan ini tercipta saat saya sedang menunggu masuk ke sebuah studio untuk menonton. Hari ini tanggalnya cantik sangat bahagia melihat ora...